Isra' adalah perjalanan malam Nabi Muhammad dari Makkah menuju Baitul Maqdis (Al-Aqsa) di Palestina. Sedang mi'raj adalah perjalanan Nabi Muhammad dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) ke langit atau sidratul muntaha.
Isra'
adalah perjalanan malam Nabi Muhammad dari Makkah menuju Baitul Maqdis
(Al-Aqsa) di Palestina. Sedang mi'raj adalah perjalanan Nabi Muhammad
dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) ke langit atau sidratul muntaha.
- See more at: http://www.alkhoirot.net/2012/06/isra-miraj.html#sthash.DbPrbUrv.dpu
Isra'
adalah perjalanan malam Nabi Muhammad dari Makkah menuju Baitul Maqdis
(Al-Aqsa) di Palestina. Sedang mi'raj adalah perjalanan Nabi Muhammad
dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) ke langit atau sidratul muntaha.
- See more at: http://www.alkhoirot.net/2012/06/isra-miraj.html#sthash.DbPrb
Isra'
adalah perjalanan malam Nabi Muhammad dari Makkah menuju Baitul Maqdis
(Al-Aqsa) di Palestina. Sedang mi'raj adalah perjalanan Nabi Muhammad
dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) ke langit atau sidratul muntaha.
- See more at: http://www.alkhoirot.net/2012/06/isra-miraj.html#sthash.DbPrbUrv.dpuf
Peristiwa Isra' dan Mi'raj adalah salah satu mukjizat Nabi Muhammad. Dan karena itu ulama sepakat bahwa bahwa Nabi melakukannya dengan ruh dan jasadnya
WAKTU TERJADINYA PERISTIWA ISRA' DAN MI'RAJ
Terjadi perbedaan ulama tentang kapan hari, bulan dan tahun terjadinya peristiwa Isra' Mi'raj itu terjadi. Berikut beberapa pendapat tentang waktu peristiwa Isra' Mikraj:
1. Malam Senin, tanggal 12 bulan Rabiul Awal (tanpa tahun).
2. Bulan Rabiul Awwal, setahun sebelum hijrah yakni saat Nabi berada di Makkah.
3. Bulan Dzul Qa'dah 16 bulan sebelum hijrah.
4. 3 (tiga) tahun sebelum hijrah.
5. 5 (lima) tahun sebelum hijrah.
6. 6 (enam) tahun sebelum hijrah.
7. 27 Rajab
Umumnya ulama sepakat bahwa Isra' itu terjadi satu kali di Makkah yakni setelah Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul dan sebelum hijrah ke Madinah.
HIKMAH ISRA’ MI’RAJ
Di dalam lembaran sejarah Islam, ada suatu momentum yang sangat
monumental Momentum sejarah tersebut adalah peristiwa yang terjadi
sekitar 14 abad Hijriyah yang lalu, yaitu peristiwa Isra’ Mi’raj. Pada
saat itu Nabi Muhammad SAW diperjalankan oleh Allah dari Masjidil Haram
di Makkah ke Masjidil Aqsha di Al-Quds, lalu dilanjutkan dengan menembus
lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh
ilmu semua makhluq, malaikat, manusia, dan jin. Semua itu ditempuh dalam
sehari semalam. Peristiwa itu sekaligus sebagai mukjizat mengagumkan
yang diterima Rasulullah SAW.
Permintaan kaum kafir Quraisy kepada Nabi SAW
Sebenarnya, sebelum peristiwa itu terjadi, orang-orang kafir Quraisy
pernah meminta kepada Rasulullah untuk menunjukkan hal-hal yang aneh,
karena mereka tidak percaya kalau Muhammad SAW itu adalah nabi.
Permintaan-permintaan itu mereka lontarkan untuk membuktikan bahwa
dirinya benar-benar seorang Nabi. Hal ini direkam oleh Allah dalam Al
Qur’an sebagai berikut:
“Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga
kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau kamu mempunyai
sebuah kebun korma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah
kebun yang deras alirannya, atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping
atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan
malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu mempunyai
sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali
tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami
sebuah kitab yang kami baca”. (QS. Bani Israil : 90 – 93)
Kalau kita jabarkan dari ayat di atas, mereka meminta hal-hal di bawah ini kepada Rasulullah:
1. Mereka meminta untuk memancarkan mata air dari bumi.
2. Mereka juga meminta sebuah kebun kurma dan anggur, dengan air
mengalir di bawahnya. Padahal di sekitar situ sebagian besar padang
pasir.
3. Mereka meminta untuk menjatuhkan langit.
4. Mereka juga meminta menghadirkan Allah beserta
malaikat-malaikatnya untuk dihadapkan kepada mereka. Sungguh suatu
permintaan yang lancang.
5. Mereka juga meminta sebuah rumah dari emas.
6. Yang terakhir, mereka meminta Nabi untuk naik ke langit tanpa
membawa buku, lalu harus kembali dengan membawa sebuah buku (kitab)
untuk mereka baca.
Permintaan mereka itu betul-betul “kebangetan”. Tetapi Rasulullah SAW
menjawabnya dengan bijaksana, “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini
hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” (QS. Bani Israil: 93). Allah
Yang Maha Suci tentu Maha Kuasa untuk melakukan semua itu, tetapi
Rasulullah mengatakan bahwa dirinya hanyalah seorang manusia biasa yang
diangkat menjadi seorang Rasul, sehingga tidak mungkin melakukan semua
itu.
Kita bisa ambil pelajaran dari dari hal di atas. Mungkin sampai zaman
kapan pun, kebenaran (baca: Islam) akan menghadapi hal-hal seperti itu.
Orang yang membawa kebenaran akan selalu menghadapi
permintaan-permintaan yang diluar kemampuan. Dan permintaan tersebut
kebanyakan hanya sebagai “olok-olok”. Karena, kalaupun kita bisa
memenuhi permintaan itu, mereka kebanyakan tetap tidak akan mendengar
Islam ini. Hanya sedikit yang mau mendengarnya. Sebagaimana halnya
Rasulullah setelah mengalami peristiwa Isra’ Mi’raj, tidak banyak yang
mempercayai perjalanannya tersebut, bahkan ada yang mengatakan Nabi gila
walaupun Nabi sudah memberikan bukti-bukti atas apa yang telah dia
alami (Isra’ Mi’raj).
Peringatan Isra’ Mi’raj sebagai motivasi
Kalau kita baca sejarah kehidupan Rasulullah SAW (Sirah Nabawiyah),
sebelum peristiwa itu terjadi, Rasulullah mengalami keadaan duka cita
yang sangat mendalam. Beliau ditinggal oleh istrinya tercinta, Khadijah,
yang setia menemani dan menghiburnya dikala orang lain masih
mencemoohnya. Lalu beliau juga ditinggal oleh pamannya sendiri, Abu
Thalib, yang (walaupun kafir) tetapi dia sangat melindungi aktivitas
Nabi. Sehingga orang-orang kafir Quraisy semakin leluasa untuk
melancarkan penyiksaannya kepada Nabi, sampai-sampai orang awam Quraisy
pun berani melemparkan kotoran ke atas kepala Rasulullah SAW.
Keadaan yang duka cita dan penuh dengan rintangan yang sangat berat
itu, menambah perasaan Rasullah semakin berat dalam mengemban risalah
Ilahi. Lalu Allah “menghibur” Nabi dengan memperjalankan beliau, sampai
kepada langit dan menemui Allah. Hingga kini, peristiwa ini seringkali
diperingati oleh sebagian besar kaum muslimin dalam peringatan Isra’
Mi’raj. Pada dasarnya peringatan tersebut hanyalah untuk memotivasi dan
penyemangat, bukan dalam rangka beribadah (ibadah dalam artian ibadah
ritual khusus). Namun peringatan tersebut juga terdapat beberapa
catatan. Apa saja itu? Mari kita ikuti beberapa hal di bawah ini.
Dalam Al Qur’an, dari sekian ribu ayat di dalamnya, hanya ada 4 ayat
yang menjelaskan tentang Isra’ Mi’raj, yaitu QS. Bani Israil ayat 1, dan
QS. An Najm ayat 13 sampai 15. Maksudnya, kebesaran Islam itu bukan
terletak pada peristiwa Isra’ Mi’raj ini, tapi pada konsepnya,
sistemnya, muatannya, dan sebagainya. Pada surat An Najm ayat 13-15 itu,
menggambarkan bahwa Rasulullah menemui Jibril dalam bentuk aslinya di
Sidratil Muntaha ketika Isra Mi’raj. Sebelumnya Rasulullah juga pernah
menjumpai malaikat jibril dalam bentuk asli ketika menerima ayat pertama
(QS. Al Alaq: 1-5) dari Allah SWT, yaitu ketika di gua Hira.
Dan di antara 25 nabi, hanya 2 Nabi yang yang pernah berbicara
langsung kepada Allah, yaitu Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad SAW.
Bagaimana dengan Nabi Adam, bukankah beliau juga pernah berdialog dengan
Allah? Ya, tapi Nabi Adam ketika itu masih di Surga. Setelah diturunkan
ke bumi, tidak lagi berdialog secara langsung. Nabi Musa berdialog
dengan Allah secara langsung yaitu ketika di bukit Tursina (di bumi),
sedangkan Nabi Muhammad di Sidratil Muntaha (di langit). Tetapi (sekali
lagi), kebesaran Islam bukan di situ letaknya, namun di konsepnya, di
muatannya. Oleh karena itulah, peristiwa Isra’ Mi’raj sendiri tidak
perlu secara berlebihan diangkat-angkat. Peristiwa itu sendiri merupakan
mukjizat imani, maksudnya adalah mukjizat yang hanya bisa diterima
diperjalankan pada malam harinya (Isra’ Mi’raj), tapi dia tetaplah
manusia biasa, hamba Allah. Hal ini perlu ditegaskan, karena dua umat
sebelum Islam (Yahudi dan Kristen), telah terjebak men-Tuhankan nabinya.
Mengapa Masjidil Aqsa?
Ada beberapa pertanyaan mengenai peristiwa Isra’ Mi’raj. Salah
satunya, mengapa dalam peristiwa itu Rasul diperjalankan ke Masjidil
Aqsa? Kenapa tidak langsung saja ke langit? Paling tidak ada beberapa
hal hikmahnya, antara lain:
1. Bahwa Nabi Muhammad adalah satu-satunya Nabi dari golongan Ibrahim
AS yang berasal dari Ismail AS, sedangkan Nabi lainnya adalah berasal
dari Ishaq AS. Inilah yang menyebabkan Yahudi dan Kristen menolak Nabi
Muhammad, karena mereka melihat asal usul keturunannya (nasab). Alasan
mereka itu sangat tidak ilmiah, dan kalau memang benar, mereka berarti
rasialis, karena melihat orang itu dari keturunannya. Hikmah lainnya
adalah, bahwa Nabi Muhammad berda’wah di Makkah, sedangkan Nabi yang
lain berda’wah di sekitar Palestina. Kalau dibiarkan saja, orang lain
akan menuduh Muhammad SAW sebagai orang yang tidak ada hubungannya
dengan “golongan” Ibrahim dan merupakan sempalan. Bagi kita sebagai
muslim, tidaklah melihat orang itu dari asal usulnya, tapi dari
ajarannya.
2. Hikmah berikutnya adalah, Allah dengan segala ilmu-Nya mengetahui
bahwa Masjidil Aqsa adalah akan menjadi sumber sengketa sepanjang zaman
setelah itu. Mungkin Allah ingin menjadikan tempat ini sebagai
“pembangkit” ruhul jihad kaum muslimin. Kadangkala, kalau tiada lawan
itu semangat jihad kaum muslimin “melemah” karena terlena, dan dengan
adanya sengketa tersebut, semangat jihad kaum muslimin terus terjaga dan
terbina.
3. Berikutnya, Allah ingin memperlihatkan sebagian tanda-tanda
kebesaran-Nya kepada Nabi SAW. Pada Al Qur’an surat An Najm ayat 12,
terdapat kata “Yaro” dalam bahasa Arab yang artinya “menyaksikan
langsung”. Berbeda dengan kata “Syahida”, yang berarti menyaksikan tapi
tidak musti secara langsung. Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda
kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu da’wah Nabi
sedang pada masa sulit, penuh duka cita. Oleh karena itulah pada
peristiwa tersebut Nabi Muhammad juga dipertemukan dengan Nabi-nabi
sebelumnya, agar Muhammad SAW juga bisa melihat bahwa Nabi yang
sebelumnya pun mengalami masa-masa sulit, sehingga Nabi SAW bertambah
motivasi dan semangatnya. Hal ini juga merupakan pelajaran bagi kita
yang mengaku sebagai da’i, bahwa dalam kesulitan da’wah itu bukan
berarti Allah tidak mendengar.
Perintah Shalat
Pada Isra’ Mi’raj, Allah memberikan perintah sholat wajib. Dan sholat
Subuh adalah sholat yang pertama kali diperintahkan. Karena peristiwa
Isra’ Mi’raj sendiri terjadi pada saat malam hari. Subuhnya Rasulullah
sudah tiba kembali di tempat semula. Mungkin ini juga hikmah bagi kita
semua, karena sholat Subuh adalah sholat yang sulit untuk dilaksanakan,
di mana pada saat itu banyak manusia yang masih terlelap dalam tidurnya.
Sebelum diperintahkannya sholat wajib 5 waktu ini, Rasulullah
melaksanakan sholat sebagaimana Nabi Ibrahim.
Kita tidak hanya diperintahkan untuk mengerjakan sholat, tetapi juga
menegakkan sholat. Sholat bukan segala-galanya, tapi segala-galanya
berawal dari sholat, demikian kata seorang ustadz.
Demikianlah beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa
Isra’ Mi’raj. Semoga semakin menambah keimanan kita kepada Allah,
kitab-Nya, Nabi-nabi-Nya, para malaikat-Nya, Hari Akhir, serta Qadha dan
Qadar-Nya. (hdn/hto)